Senin, 08 Desember 2025

Surat Cinta untuk Guru

 


Surat Cinta untuk Guru

Sebagai Tanda Cinta & Bakti di Hari Guru Kepada: Ibu/Bapak Guru Tersayang,

Di hari yang bersejarah ini, izinkan saya yang selama ini hanya duduk diam di bangku, mencatat setiap kata-kata Ibu/Bapak berdiri sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu menyampaikan apa yang selama ini hanya berani tersimpan di antara lembar- lembar buku catatan: terima kasih, dan maaf, sekaligus aku cinta padamu.

Bukan cinta yang keliru, melainkan cinta yang tumbuh dari rasa kagum:

Ketika Ibu/Bapak membalikkan kapur di papan tulis, seolah membalikkan halaman masa depan kami.Ketika suara Ibu/Bapak serak di tengah kelas, tapi tetap saja kami mendengar ketulusan di setiap suku katanya.Ketika Ibu/Bapak berdiri dari pukul 06.30, lalu pulang menjelang maghrib, dompet tipis, tas berat, tapi hati tak pernah berhenti berapi-api.

Hari Guru ini, saya ingin mengakui:

Segala “Pak/Bu, saya nggak bisa” yang pernah saya ucapkan, sebenarnya adalah “Pak/Bu, saya takut gagal.”Segala alasan bolos yang saya tulis, sebenarnya adalah surat kecil berisi rasa tidak percaya diri.Tapi Ibu/Bapak tetap menunggu, menepuk pundak, menyapukan kata: “Kamu bisa, coba lagi.”Dan tiba-tiba dunia yang tadinah kelam jadi terang, seolah Ibu/Bapak menyalakan lampu di sudut paling gelap hati saya.

Kini saya tahu:

Ilmu pengetahuan bisa kutemukan di Google, tapi arti “percaya diri” baru kutemukan di kelas Ibu/Bapak.Rumus matematika bisa kuhafal, tapi rumus keberanian baru kudapat ketika Ibu/Bapak menyuruhku maju ke depan.Sejarah dunia bisa kubaca, tapi sejarah kebaikan baru kutulis setiap hari karena Ibu/Bapak menuliskannya dalam tindakan.Jadi, di hari ini, saya tak ingin hanya membawa bunga atau kartu yang bertuliskan “Selamat Hari Guru.”

Saya ingin membawa perjanjian:

Bahwa setiap kali saya menulis esai yang berapi-api, ada secercah suara Ibu/Bapak di antara koma dan titiknya.Bahwa setiap kali saya berdiis di atas mimpi, ada bekas tapak kaki Ibu/Bapak yang sudah lebih dulu membelah rintangan.Bahwa suatu hari, ketika saya akhirnya menjadi “seseorang”, saya akan kembali ke ruang ini, mengetuk pintu, lalu berbisik:“Bu/Pak, muridmu yang dulu sering lupa bawa pensil ini, kini membawa harapan—dan sedikit dari harapan itu berisi nama Ibu/Bapak.”

Terima kasih telah menjadi lentera yang tak pernah padam, bahkan ketika angin keputusasaan menerpa.Maaf atas segala bolos, keluh, dan tatapan kosong yang pernah membuat Ibu/Bapak kecewa.Aku cinta—ya, aku cinta—pada guru yang tak pernah lelah menanam benih hari esok di tanah yang kadang tandus namanya “diriku dulu.”Semoga Tuas membalikkan waktu sejenak, agar Ibu/Bapak bisa melihat:Betapa besar pohon yang tumbuh dari biji yang pernah Ibu/Bapak sirami dengan keringat dan senyum.

Selamat Hari Guru.

Tulang-tulangku berdiri tegak karena tulang punggungmu tak pernah bungkuk. Dengan cinta yang tak akan pernah lulus dari hatiku,

Tidak ada komentar:

The lamp at the Tip of the pena

  The lamp at the Tip of the pena You are a lantern, in the silent classroom. Illuminating, every corner. which was once dark and desolate. ...