Jumat, 26 September 2025

PAWAI BUDAYA SMKN 1 WONOASRI



PAWAI BUDAYA SMKN 1 WONOASRI 

Waktu Pelaksanaan

Hari, Tanggal              : Rabu, 27 Agustus 2025

Waktu                         : 13.00 WIB – Selesai

Tempat                        : Lapangan Belakang

Tema Utama :

Inovasi dan Kreatifitas membangun keberagaman

Pawai Kosmik :

Menampilkan hasil kreatifitas dan imajinasi yang mengekspresikan olah cipta, karsa dan rasa yang melampaui batas waktu dan dimensi yang akan dirangkum dalam sebuah kegiatan kokurikuler dalam rangka memperingati HUT ke-24  SMK Negeri 1 Wonoasri dan HUT ke-80 Republik Indonesia.

Pilihan Tema :

 1.   Pakaian Etnik

-     Dayak

-     Papua

-     Jawa

-     Tionghwa

-     Melayu

-     Arab

-     India

-     dll

 2.   Tokoh Pewayangan

-     Pandawa

-     Kurawa

-     Punokawan

-     Ramayana

-     Raksasa

-     dll

3.   Kesenian Tradisional

-     Reog

-     Dongkrek

-     Gembrung/Hadrah

-     Jaranan

-     Angklung

-     Ronthek (Ronda tek-thur)

4.   Tokoh film kolosal

-     Tutur tinular

-     Misteri gunung Merapi

-     Saur sepuh

-     Wiro Sableng

-     Jaka tingkir

-     Mahisa Jenar

-     Yoko The Legend Condor Heroes

-     Kera Sakti

-     dll

5.   Tokoh Kartun

-     Unyil

-     Sopo jarwo

-     Upin Ipin

-     Doraemon

-     Saun the sheep

-     Scooby doo

-     Casper

-     The Lion king

-     Popeye

-     Marsha

-     Aladin

-     dll

6.   Tokoh Superheroes

-     Superman

-     Spiderman

-     Zorro

-     Transformer

-     Batman

-     Naruto

-     Roboco

-     Kura-kura ninja

-     dll

7.   Tarian Nusantara

-     Tari Gandrung

-     Tari Pendet

-     Tari Remo

-     Tari Kreasi

-     dll

8.   Vintage ( Kostum jadul dilengkapi property )

-     Gaya th 70 an

-     Gaya era Kolonial ( kostum Mandor, sinder, Meneer dan noni )

-     Kostum Pejuang 45

-     Kostum Fragmen Kerja Rodi

-     Kostum Tentara VOC

-     Kostum Tentara Nippon

-     Dll

 Urutan Tampilan :

1.   Identitas sekolah dan branding

2.   Marcing Band (70 siswa ekstra marching band)

3.   Ekstrakurikuler (per ekstra 6 siswa)

4. Tema-tema per kelas

Timeline kegiatan :

13 Agustus 2025

Pengambilan undian penampilan 

Peserta : Wali kelas dan perwakilan siswa

Tempat : Ruang fungsional

13 Agustus 2025

1.   Koordinasi persiapan walikelas, dan siswa

2.   Merancang konsep dan pembagian tugas peran siswa

3.   Mengidentifikasi kebutuhan bahan, alat, dan anggaran

4.   Mempersiapkan kebutuhan bahan dan alat

19 s/d 26 Agustus

2025

Pelaksanaan Kegiatan Kokurikuler tiap kelas ; 

1.   membuat kostum (sesuai pilihan tema)

2.   membuat kelengkapan property sesuai tema

3.   membuat kelengkapan kompetensi keahlian sebagai maskot

Rabu,

27 Agustus 2025

Pelaksanaan Pawai Kosmik

 

Start   : Pukul 13.00 WIB, Lapangan Belakang 

Finish : Pukul 16.00 WIB, Halaman Depan

Penilaian :

1.   Penilaian  proses  Kokurikuler  dilakukan  oleh  Wali  Kelas  bersama  dengan  Pengampu kokulikuler

2.   Penilaian teamwork setiap kelas dan produk (tampilan) dilakukan oleh tim penilai sekolah yang berjumlah 2 orang. Penilaian teamwork terdiri dari :

a.   Persiapan :

Pembagian tugas yang jelas, semua siswa memiliki tugas (peserta lomba, membuat persiapan maskot, ciri khas kostum sesuai tema yang terpilih)

Pelaksanaan kegiatan sesuai timeline dan target yang telah ditentukan.

Menggunakan bahan bekas dengan biaya paling ekonomis

Persiapan pembuatan Properti dan kelengkapan dapat dilakukan di luar kelas (diteras depan fungsional, teras di lantai atas utara, lapangan basket, depan masjid, lorong depan

b.   Pelaksanaan 

·   Kerapian pengaturan barisan

·   Ada  pembagian  tugas  peserta  pawai,  official  (logistik  konsumsi),  dan  cameramen

(video tiap kelas saat dijalan, mungkin dengan yel yel yang kompak)

·   Kekompakan, kerjasama, dan ketertiban selama di jalan.

·   Improvisasi : bawa kendaraan, bawa soundsistem. c.   Penilaian akhir

· Membuat video  Pawai Kosmik mulai dari persiapan (koordinasi kelas bersama wali kelas dan pengampu Kokurikuler), pembagian tugas, membuat kelengkapan, serta pelaksanaan pawai selama di jalan.

·   Durasi waktu 5 – 10 menit

Urutan Pawai Budaya SMKN 1 Wonoasri

1. TKR  = Tokoh Pewayangan

1) X TO-1

2) X TO-2

3) X TO-3

4) XI TKR-1

5) XI TKR-2

6) XI TKR-3

2. Busana = Profesi

1) XI DPB-1

2) XI DPB-2

3) X DPB-1

4) X DPB-2

3. DPIB = Kostum Vintage dan pejuang

1) X DPIB-1

2) X DPIB-2

3) XI DPIB-1

4) XI DPIB-2

4. DKV = Tari-tarian Nusantara

1) X DKV-1

2) X DKV-2

3) XI DKV-1

4) XI DKV-2

5. TP = Tokoh Film Kolosal

1) X PFL-1

2) X PFL-2

3) XI TP-1

4) XI TP-2

6. TAV = Pakaian Etnik

1) X TE-1

2) X TE-2

3) XI AV-1

4) XI AV-2

7. Kuliner = Kesenian Tradisional

1) X Kul-1

2) XI Kul-1

3) XI Kul-2

4) X Kul-2

8. TITL = Tokoh Kartun

1) XI IL-2

2) XII IL-2

3) X KL-3

4) X KL-1

5) XI KL-1

6) XII KL-3

7) X KL-2

8) XI IL-3


Anggota Kelompok :

1. Fathkul Koirul Mustofa

2. Johan Mardiansyah

3. Maulana Nino

4. Mahendra Putra

5. Miftahuk Kullum

6. Miftahul Mahatma

7. Kevin

8. Fachri Alfiansyah

 

 

 

 

Pawai Budaya Mejayan

             

               Pawai Budaya di tiap desa Kabupaten Madiun saat ini digelar sekaligus untuk bersih desa. Maksudanya adalah sebagai upaya melestarikan adat tradisi membersihkan desa agar desanya terhindar dari malapetaka atau musibah seperti kekeringan, banjir, wabah penyakit dan sebagainya. Pada umumnya bersih desa ini diadakan pada bulan Suro atau Muharram dimana kepercayaan masyarakat bahwa pada bulan itu adalah awal tahun untuk memulai babak baru dalam kehidupan.

Yang wajib ada dalam acara pawai budaya desa ini adalah Kirab Dongkrek yang mana masyarakat percaya bahwa kesenian dongkrek ini dahulu lahir sebagai pengusir pagebluk atau wabah penyakit. Dengan demikian harapannya adalah dapat menghindarkan warga desanya dari pagebluk itu sendiri.

Selain itu melibatkan banyak unsur diantaranya pemuda yang tergabung dalam karang taruna, ibu-ibu PKK dan SD-SMP-SMA yang berada pada wilayah desa tersebut. Misalnya untuk Desa Mejayan melibatkan SDN Mejayan 1, SMPN 1 Mejayan, SLB Mejayan, SMA 2 Mejayan dan SMK PGRI Model Mejayan.  Ada beberapa penampilan grup Dongkrek juga di tiap RT atau RW yang memiliki grup Dongkrek. 


Pawai budaya ini terbukti menarik minat warga sekitar Caruban untuk melihatnya, mereka sangat antusias dan berbondong-bondong menuju rute tempat pawai berlangsung untuk sekedar menyaksikannya dan berfoto dengan beberapa tokoh yang unik serta menarik menurut mereka.


ANGGOTA KELOMPOK 3 XI TKR 2

  1. M. ADRIAN SAPUTRA

  2. M. ZAKI

  3. M. HAMID RAGIL

  4. JIANAUFAL ARDEN

  5. FERDY PUTRA

  6. FERRY ADI

  7. FATKUR NUR H

  8. GRIMELSON YOGI

“Untuk Kampung Halamanku”


“Untuk Kampung Halamanku”

Langit sore di Kampung Gunung Bedah merona jingga, seolah menampakkan semangat yang membara dalam diri Arya. Pemuda 22 tahun itu bukan seperti pemuda lain pada umumnya yang sibuk mengejar karir atau bersenang-senang. Sejak lulus kuliah, Arya memilih jalan yang berbeda, jalan sunyi yang jarang dilalui, yaitu jalan pengabdian.

Semua bermula dari keresahannya melihat kondisi kampungnya. Anak-anak putus sekolah, minimnya fasilitas kesehatan, dan sampah yang menumpuk di mana-mana adalah pemandangan sehari-hari. Ia merasa tak bisa tinggal diam. Dengan modal nekat, semangat, dan sedikit tabungan, Arya memulai pergerakannya.

Langkah pertama yang ia lakukan adalah mengumpulkan anak-anak putus sekolah. Di bawah pohon beringin tua yang rindang, Arya mendirikan “Sekolah Bawah Pohon”. Ia menjadi satu-satunya guru. Dengan sabar, ia mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Tak hanya pelajaran formal, ia juga menyelipkan nilai-nilai moral dan cinta lingkungan. Awalnya, hanya beberapa anak yang datang, tetapi seiring waktu, jumlahnya terus bertambah.

Perjuangan Arya tidak selalu mulus. Banyak cemoohan dan keraguan yang ia terima. "Untuk apa buang-buang waktu mengurus orang lain? Lebih baik cari pekerjaan yang mapan," begitu kata-kata yang sering ia dengar. Bahkan, orang tuanya pun sempat khawatir dengan pilihannya. Namun, Arya tak menyerah. Ia percaya bahwa kebaikan sekecil apa pun akan membawa dampak besar.

Untuk mengatasi masalah sampah, Arya menginisiasi program "Bank Sampah". Ia mengajak ibu-ibu PKK dan pemuda kampung untuk memilah sampah. Sampah organik diolah menjadi kompos, sementara sampah anorganik dijual. Hasilnya digunakan untuk membeli buku dan peralatan sekolah bagi anak-anak di Sekolah Bawah Pohon. Ide ini sempat dianggap gila, tetapi kini Kampung Gunung Bedah menjadi salah satu kampung percontohan dalam hal pengelolaan sampah.

Tak berhenti di situ, Arya juga menyadari pentingnya kesehatan. Bersama seorang perawat sukarela, ia mendirikan pos kesehatan sederhana di balai desa. Setiap minggu, mereka mengadakan penyuluhan kesehatan dan pemeriksaan gratis. Kehadiran pos ini sangat membantu warga, terutama lansia dan balita.

Tahun berganti, dan kerja keras Arya mulai terlihat hasilnya. Anak-anak yang dulu putus sekolah kini bisa membaca dan menulis. Kampung Gunung Bedah menjadi lebih bersih dan asri. Warga saling bahu-membahu dalam kegiatan kemasyarakatan. Arya bukan lagi pemuda aneh, melainkan inspirasi bagi seluruh warga.

Suatu hari, seorang pejabat dari kota datang berkunjung. Ia kagum melihat perubahan yang terjadi di Kampung Gunung Bedah. Pejabat itu menawarkan Arya pekerjaan di dinas.

Kamis, 25 September 2025

Pejuang Tak Ternama

 Pejuang Tak Ternama

         Saat ini pejuang bukan hanya mereka yang mengangkat senjata. Kali ini hadir yang berbeda. Bukan pula yang memiliki nama besar, tapi yang berusaha membesarkan nama. Pejuang adalah mereka, orang-orang yang memiliki jiwa semangat dalam menghadapi tantangan tersulit.

        Salah satu bukti nyata adalah Reani seorang remaja yang berusaha menggapai mimpinya untuk berkuliah. Dengan semangatnya dan kecerdasannya, dia mendapatkan beasiswa bidikmisi sehingga dia dapat berkuliah di Universitas Negeri Semarang. Ayahnya Magiono, Tukang Becak, membawa becaknya dalam wisuda anaknya.Reani bukan hanya sebagai sosok inspirasi tetapi sebagai api penyemangat bagi remaja diluar sana, untuk tetap semangat dalam menggapai mimpinya. Walaupun orang tua tidak menjabat sebagai orang ternama sekalipun. Ini adalah contoh perjuangan membesarkan nama.

        Contoh perjuangan lainnya adalah dari Erika seorang pelukis yang memimpikan dapat membangun sekolah di kedalaman berhasil terwujud. Ini adalah perjuangan yang mempu membantu banyak orang.

         Pejuangan bukan hanya tentang menjunjung derajat dan membantu orang lain, tetapi lebih luas dari itu. Seorang kakek tua yang memiliki mata tidak sempurna, berusaha mencari barang yang dapat dijual. Mereka menyusuri jalanan, dalam siang hari dengan terik matahari, dan dinginnya malam yang menembus kulit. Bekerja untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Ini adalah suatu perjuangan nyata, perjuangan yang sejati.

         Perjuangan mereka mengajarkan bahwa pengabdian tidak selalu membutuhkan pangkat atau senjata. Cukup dengan keikhlasan, konsistensi, dan kepedulian, seorang individu dapat membawa perubahan besar. Pejuang lokal era modern adalah bukti bahwa semangat perjuangan bangsa tidak pernah padam, hanya berganti bentuk sesuai dengan kebutuhan zaman.

        Sebagai generasi muda, kita dapat meneladani mereka dengan cara terlibat aktif dalam kegiatan sosial dan mengembangkan potensi daerah. Dengan begitu, kita juga menjadi bagian dari pejuang masa kini yang membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.


Nama kelompok 4 :

1. Mawar Ratna Pangesti (3)

2. Mey Mey Nur Leli (4)

3. Nachwa Shalsabila (6)

4. Olivia Meisa Kirani (15)

5. Putri Novitasari (17)

6. Safira Ayu Nanda (23)

7. Vina Noviana Putri (32)

8. Viola Pebriana (33)

9. Zulfia Nur Aini (36)

Kelas : XI KUL 2

Menggali Makna Kemerdekaan di Balik Keceriaan Desa

Menggali Makna Kemerdekaan di Balik Keceriaan Desa

Setiap bulan Agustus, aura kemerdekaan memancar tak hanya di kota-kota besar, tetapi juga meresap hingga ke pelosok desa. Di tengah sawah yang menguning dan hembusan angin yang sejuk, peringatan kemerdekaan Republik Indonesia bukan sekadar upacara formal, melainkansebuah perayaanyang merangkul seluruh elemen masyarakat. Di sinilah, makna kemerdekaan terasa paling nyata terpancar dari semangat gotong royong, tawa riang anak-anak, dan persatuan yang kokoh.

Peringatan 17 Agustus di desa dimulai jauh sebelum hari H. Warga bergotong royong membersihkan jalan, mengecat pagar, dan memasang umbul-umbul. Bendera Merah Putih berkibar di setiap sudut, dari gapura masuk hingga depan rumah-rumah penduduk, seolah menjadi penanda bahwa semangat nasionalisme hidup dan berdenyut di setiap jengkal tanah. Persiapan ini bukan sekadar tugas, melainkan momen kebersamaan yang memperkuat tali persaudaraan. Bapak-bapak sibuk mendirikan tiang panjat pinang, ibu-ibu berdiskusi tentang lomba masak, sementara anak-anak antusias menghias sepeda mereka.

Setiap orang punya peran, dan setiap peran adalah kontribusi bagi semaraknya perayaan. Puncak perayaan terjadi pada tanggal 17 Agustus. Upacara bendera sederhana digelar dilapangan desa. Meskipun tak semegah di ibukota, upacara ini dijalankan dengan penuh khidmat. Para perangkat desa menjadi pemimpin upacara, diiringi lagu kebangsaan yang dinyanyikan dengan penuh semangat oleh seluruh warga. Momen ini bukan hanya seremonial, tetapi pengingat kolektif akan perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya. Rasa bangga dan haru bercampur menjadi satu, membangkitkan kembali rasa cinta tanah air yang murni.

Setelah upacara, desa berubah menjadi arena pesta rakyat. Berbagai lomba tradisional digelar, menjadi ajang hiburan dan tawa. Lomba balap karung, makan kerupuk, dan panjat pinang
menjadi favorit. Di balik keseruannya, lomba-lomba ini menyimpan makna filosofis. Lomba balap karung mengajarkan pentingnya kegigihan meski dalam keterbatasan, sementara panjat pinang melambangkan semangat kerja keras dan gotong royong untuk mencapai tujuan bersama. Hadiah-hadiah sederhana seperti peralatan dapur atau buku tulis tidaklah sepenting kebahagiaan dan kebersamaan yang terjalin. Semua berbaur, tak memandang usia, status sosial, atau latar belakang. Di sinilah, esensi persatuan benar-benar terwujud.

Peringatan kemerdekaan di desa adalah cerminan dari identitas bangsa yang sesungguhnya. Jauh dari hiruk pikuk modernisasi, masyarakat desa menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hanya soal politik atau ekonomi, tetapi tentang semangat juang, kebersamaan, dan rasa syukur.

Melalui keriangan sederhana ini, mereka menjaga api nasionalisme agar tetap menyala. Perayaan 17 Agustus di desa-desa adalah pengingat bahwa makna kemerdekaan adalah milik semua, dan semangatnya akan terus hidup, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dari kota hingga ke pelosok negeri. KELOMPOK 3 XI KUL 2:

1. NAJWA SILVI (09)

2. NURIL SASGIA (13)

3. NURUL HIDAYAH (14)

4. RAHMA NURDYA (20)

5. SELIA NUR (25)

6. VALLERINA NOVA (30)

7. VANIA SELLY (31)

8. ZEFANYA DEIVANI (34)

9. ZHENA MAYANGLANI (35)

Pemuda Penyalur Cahaya

Di sebuah desa kecil yang jauh dari hiruk pikuk kota, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Sejak kecil, ia dikenal tekun dan tidak pernah menyerah, meski hidupnya penuh keterbatasan. Ayahnya seorang buruh tani, ibunya berjualan kue keliling.

Arif menyadari bahwa desa tempatnya tinggal masih kekurangan banyak hal. Jalan rusak, anak-anak putus sekolah, hingga listrik yang sering padam. Namun, bukannya mengeluh, ia justru berpikir bagaimana bisa membawa perubahan.

Setelah lulus SMA, Arif tidak langsung kuliah. Ia bekerja keras menjadi tukang ojek untuk menabung. Setiap malam, ia belajar dari buku bekas dan akses internet seadanya di warung kopi. Dari sana, ia menemukan cara sederhana untuk membuat lampu tenaga surya murah dengan bahan daur ulang.

Awalnya, banyak orang yang meremehkan. “Mana mungkin pemuda kampung bisa bikin hal begitu?” kata beberapa tetangga. Tetapi Arif terus mencoba. Dengan semangat dan sedikit bantuan dari temannya, ia berhasil membuat lampu tenaga surya pertama untuk rumahnya.

Kabar itu menyebar. Satu per satu warga datang meminta bantuan. Arif tak meminta bayaran, ia hanya ingin anak-anak bisa belajar di malam hari tanpa harus menyalakan lampu minyak yang berbahaya.

Lambat laun, desa itu mulai terang. Anak-anak bisa belajar, orang tua bisa beraktivitas, dan warung-warung kecil lebih ramai. Semangat Arif menular: para pemuda desa mulai membantunya, hingga mereka membentuk komunitas Pemuda Cahaya.

Arif akhirnya mendapat beasiswa kuliah dari pemerintah berkat kiprahnya. Namun, ia tetap pulang ke desanya setiap akhir pekan untuk melanjutkan perjuangan bersama pemuda lain.

Kini, desa kecil itu dikenal bukan karena kegelapannya, melainkan karena cahaya semangat warganya. Semua berawal dari satu pemuda yang berani bermimpi dan bekerja keras mewujudkannya. 

 

kelompok 4 

PAWAI BUDAYA SMKN 1 WONOASRI

PAWAI BUDAYA SMKN 1 WONOASRI  Waktu Pelaksanaan Hari, Tanggal              : Rabu, 27 Agustus 2025 Waktu                         : 13.00 WIB...